OBAT HERBAL DAN OBAT TERADISIONAL
1.1
sejarah Sngkat
obat herbal
Penggunaan obat herbal telah
dikenal dan banyak digunakan sejak zaman dahulu, karena memiliki khasiat yang
manjur dan ampuh. Penggunaan herbal atau tanaman obat sebagai obat
dikatakan sama tuanya dengan umur manusia itu sendiri. Sejak jaman dahulu
makanan dan obat-obatan tidak dapat dipisahkan dan banyak tumbuh-tumbuhan
dimakan karena khasiatnya yang menyehatkan. Sekitar tahun 1630, John Parkinson
dari London menulis tanaman obat dari berbagai tanaman yang sangat
berguna. Nicholas Culpepper ( 1616-1654 ) dengan karyanya yang paling terkenal
yaitu ” The Complete Herbal and English Physician, Enlarged, diterbitkan pada
tahun 1649. Pada tahun 1812, Henry Potter telah memulai bisnisnya menyediakan
berbagai tanaman obat dan berdagang lintah. Disaat itulah banyak sekali
pengetahuan tradisional dan cerita rakyat tentang tanaman obat dapat
ditemukan mulai dari Inggris, Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Amerika. Sehingga
Potter terdorong untuk menulis kembali bukunya ” Potter’s Encyclopaedia of
Botanical Drug and Preparatians “, yang sampai saat inipun masih diterbitkan.
Di
catatan sejarah, studi mengenai ramuan
herbal dimulai pada 5,000 yang lalu pada bangsa Sumerians, yang
telah menggunakan tumbuhan
herbal untuk kepentingan pengobatan, seperti itu seperti pohon
salam, sejenis tanaman pewangi, dan semacam tumbuhan. Orang-orang Mesir dari
1000 BC. dikenal untuk memiliki digunakan bawang putih, candu, minyak jarak,
ketumbar, permen, warna/tanaman nila, dan tumbuh-tumbuhan herbal lain untuk
pengobatan. Pada zaman Rasulullah SAW, beliau menggunakan obat-obat herbal
seperti habbatussauda yang saat ini masih banyak
digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti meningkatkan stamina,
mencegah alergi, mengontrol tekanan darah kadar gula dalam darah, memecah batu
ginjal, dll.
Dalam
dokumen Kuno juga menyebutkan penggunaan tanaman/jamu herbal, termasuk tanaman
mandrak (beracun), vetch, sejenis tanaman pewangi, gandum, jewawut, dan gandum
hitam.Buku mengenai tumbuhan herbal dari Cina tercatat sekitar tahun 200 SM
yang memuat 365 tumbuhan obat dan penggunaan-penggunaan tumbuhan herbal
tersebut, diantaranya disebutkan termasuk ma-Huang, yang memperkenalkan
efedrina kepada pengobatan modern. Bangsa Yunani dan bangsa Roma kuno melakukan
penggunaan tanaman herbal untuk penyembuhan.
Sebagaimana
tertulis dalam catatan Hipocrates, terutama Galen praktek bangsa Yunani dan
Roma dalam pengobatan herbal menjadi acuan dalam pelaksanaan pengobatan di
barat pada kemudian hari. Yunani dan praktek-praktek Roma yang berhubung dengan
obat, seperti yang dipelihara di dalam tulisan Hippocrates dan – terutama
-Kekasih, yang dengan syarat polapola untuk pengobatan barat yang kemudiannya.
Hippocrates menganjurkan pemakaian herbal yang sederhana, seperti udara yang
sehat,segar dan bersih, istirahat dan diet yang wajar. Sedangkan Galen
menganjurkan penggunaan dosis-dosis yang besar dari campuran-campuran obat
termasuk tumbuhan, binatang, dan ramuan-ramuan mineral.
Para
ahli kedokteran bangsa Yunani merupakan orang Eropa yang pertama yang membuat
acuan penggunaan-penggunaan dari tumbuhan obat, De Materia Medica. Pada abad
pertama sesudah masehi, Dioscorides menulis suatu ringkasan dari lebih 500
tumbuhan yang menjadi bahan acuan selama abad ke 17. Sama pentingnya bagi ahli
pengobatan herbal dan ahli tumbuhan di temukan buku dari bangsa Yunani,
Historia Theophrastus Plantarum, yang ditulis pada abad ke 4.
Obat herbal
merupakan obat yang berasal dari tumbuhan yang diproses sedemikian rupa
sehingga menjadi serbuk, pil atau cairan yang dalam prosesnya tidak menggunakan
zat kimia. Obat herbal dapat membantu menyembuhkan penyakit dengan efek
samping yang minim karena dibuat dari bahan-bahan alami.
Obat herbal
juga disebut phytomedicine atau obat botani, bahan-bahan dasar obat-obatan
herbal adalah seluruh atau sebagian tanaman yang bisa dijadikan obat. Kualitas obat
herbal sangat tergantung pada alam tempat tanaman herbal itu tumbuh, cara
panen dan cara proses pembuatannya.
Penelitian yang dilakukan oleh WHO
mendapatkan bahwa sekitar 80 persen manusia menggunakan tumbuh-tumbuhan sebagi obat
herbal untuk perawatan kesehatan utama mereka.
1.2
Sejarah Obat
Herbal di Indonesia
Sejarah tanaman obat atau herbal
di Indonesia berdasarkan fakta sejarah adalah obat asli Indonesia. Catatan
sejarah menunjukkan bahwa di wilayah nusantara dari abad ke 5 sampai dengan
abab ke 19, tanaman obat merupakan sarana paling utama bagi masyarakat
tradisional kita untuk pengobatan penyakit dan pemeliharan kesehatan.
Masuknya pengobatan modern di
Indonesia, dengan didirikannya sekolah dokter Jawa di Jakarta pada tahun 1904,
menyebabkan secara bertahap dan sistematis penggunaan tanaman obat
sebagai obat telah ditinggalkan. Penggunaan tanaman obat dianggap kuno,
berbahaya dan terbelakang, akibatnya masyarakat pada umumnya tidak mengenal
tanaman obat dan penggunaannya sebagai obat.
Beberapa dekade terakhir ini
terdapat kecenderungan secara global untuk kembali ke alam ” back to
nature “. Bidang pengobatan herbal ini sangat kuat di negara-negara maju
dan berpengaruh besar di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan herbalpun kini telah banyak diminati
masyarakat. Dan masyarakat Indonesia pun kini sudah banyak yang menggunakan obat
herbal
Obat
yang beredar sekarang ini tak lepas dari perkembangan obat di masa lalu..Perlu
teman-teman ketahui bahwa penemuan obat jaman dahulu berawal dari coba-mencoba
yang dilakukan oleh manusia purba. Bahasa kerennya sich '"EMPIRIS"
.Empiris berarti berdasarkan pengalaman dan disimpan serta dikembangkan secara
turun-temurun hingga muncul apa yang disebut Ilmu Pengobatan Rakyat atau yang
lazimnya disebut Pengobatan Tradisional Jamu.
Akan
tetapi, tidak semua obat “memulai” sejarahnya sebagai obat anti penyakit. Ada
obat yang pada awalnya digunakan sebagai racun seperti strychnine
& kurare yang digunakan sebagai racun-panah oleh penduduk
pedalaman Afrika. Contoh yang paling up to date adalah nitrogen-mustard
(awalnya digunakan sebagai gas beracun saat perang dunia pertama) sebagai obat
kanker.
Sudah
banyak zat-zat kimia yang berhasil diisolasi, seperti efedrin (dari
tanaman Ma Huang – Ephedra vulgaris), digoksin (digitalis
lanata), genistein (dari kacang kedelai) dan lainnya.
Baru
sekitar pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sintetis mulai “menampakkan
diri”. Aspirin salah satu indikator kemajuan obat kimia sintetis
saat itu. Pada tahun 1935 terjadi gebrakan dalam penemuan dan penggunaan
kemoterapeutika sulfanilamid yang disusul penisilin
pada tahun 1940. Seperti diketahui bersama, secara tradisional, sebenarnya luka
bernanah dapat disembuhkan dengan menutupinya dengan kapang-kapang dari jenis
tertentu, tetapi baru sekitar tahun 1928 khasiat ini baru diselidiki secara
ilmiah oleh Dr. Alexander Fleming. Dari hasil penelitian Dr. Alexander Fleming,
ditemukanlah penisilin.
Sejak
saat itu, beribu-ribu zat sintetis diketemukan (diperkirakan sekitar 500 zat
per tahun-nya). Hal ini membuat perkembangan di bidang Farmakoterapi meningkat
pesat.
Secara
umum, kebanyakan obat “kuno” telah ditinggalkan dan diganti obat yang lebih
“modern”. Eits, bukan berarti obat modern bisa “santai”, sebab persaingan
selanjutnya adalah antar sesama obat modern. Pasalnya obat modern dapat
terganti dengan obat modern yang lebih baru dan lebih berkhasiat serta lebih
efektif.
Meski
begitu, diperkirakan lebih dari 78% obat yang beredar sekarang adalah merupakan
hasil dari penemuan tiga dasawarsa terakhir.
.. Selama berabad-abad,
berbagai macam obat
telah berupaya ditemukan manusia untuk mengobati berbagai penyakit. Sejak zaman
yang paling awal, obat
tradisional yang kebanyakan berupa obat herbal telah
digunakan untuk mengobati penyakit. Misalnya Papirus Ebers, yang disusun di
Mesir sekitar abad ke-16 SM, memuat ratusan obat rakyat untuk berbagai
penyakit. Akan tetapi, pengobatan herbal biasanya diturunkan secara lisan dari
generasi ke generasi.
Meskipun
ada yang berpendapat bahwa obat tradisional atau obat herba lebih aman daripada
obat-obat farmasi modern, obat tradisional bukannya tidak berisiko. Peringatan
dan rekomendasi apa saja yang hendaknya dicamkan seseorang sewaktu
mempertimbangkan pengobatan herbal atau obat tradisional? Sebelum membahas
mengenai risiko obat tradisional, berikut ini adalah beberapa resep obat tradisional dan
fakta pengobatan dari masing-masing resep tersebut yang berkhasiat untuk mengatasi
beberapa jenis penyakit dan mengatasi problem untuk penampilan pribadi.
1.3. Pengertian obat Teradisional
Obat alami
sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak beribu tahun yang lalu
(Sidik, 1998). Di Indonesia, penggunaan obat alami yang lebih dikenal sebagai
jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus dilestarikan
sebagai warisan budaya. Bahan baku obat alami ini, dapat berasal dari sumber
daya alam biotik maupun abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik, flora
dan fauna serta biota laut, sedangkan sumber daya abiotik meliputi sumber daya
daratan, perairan dan angkasa dan mencakup kekayaan/ potensi yang ada di
dalamnya.
Bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional
yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat.
Indonesia yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati tersebut, memiliki
lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di antaranya diketahui
berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat (Puslitbangtri,
1992). Keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya kedua di dunia
setelah Brazil dan terutama tersebar di masing-masing pulau-pulau besar di
Indonesia.
Pengembangan
obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang lebih besar bukan saja
disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi juga permintaan pasar
akan bahan baku obat-obat tradisional ini terus meningkat untuk kebutuhan
domestik maupun internasional. Hal ini tentunya juga akan berdampak positif
bagi peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja baik dalam usaha
tani maupun dalam usaha pengolahannya
Obat
tradisional adalah obat yang tidak menimbulkan banyak efek
samping, karena kandungan kimianya masih bisa dicerna oleh tubuh untuk
dikonsumsi. Selain sangat bermanfaat obat tradisional lebih mudah
terjangkau masyarakat dan ketersediaannya tidak terbatas (Septiatin, 2008). Sedangkan
menurut Anonima (2010) Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah
secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang,
adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun
pengetahuan tradisional.
Sejak
ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional sudah ada di Indonesia.
Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat
merupakan pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami (Hembing,
2001). Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat
bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau
masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini
banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek
samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh (Anonimª, 2010).
Bahan
baku untuk ramuan tradisional diantaranya jenis tanaman rempah-rempah, tanaman
hias, dan tanaman liar yang ada di lingkungan sekitar kita. Jenis tanaman
rempah adalah berbagai jenis tanaman yang memberikan aroma dan rasa khusus pada
makanan dan minuman. Selain sebagai penyedap makanan, rempah juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat dan jamu seperti jahe, kunyit, temulawak,
dan serai. Rempah-rempah umumnya hidup di daerah tropis, termasuk di Indonesia
(Septiatin, 2008).
Anonima,
2010, Obat Tradisional, id.wikipedia.org
Yang dimaksud
dengan obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat tradisional,
fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan segar atau yang
dikeringkan), ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari
alam, yang dimaksud dengan obat alami adalah obat asal tanaman. Pada tabel di
bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai prospek
pengembangan yang potensial.
Tabel Tanaman
obat fitofarmaka yang prospektif
No.
|
Tanaman obat
|
Bagian tan. obat
|
Indikasi potensi
|
1.
|
Temulawak
(Curcuma
xantorrhiza oxb)
|
Umbi
|
Hepatitis,
arthritis
|
2.
|
Kunyit
(Curcuma
domestica Val)
|
Umbi
|
Hepatitis,
artritis, antiseptic
|
3.
|
Bawang putih
(Allium
sativum Lynn)
|
Umbi
|
Kandidiasis,
hiperlipidemia
|
4.
|
Jati Blanda
(Guazuma
ulmifolia Lamk)
|
Daun
|
Anti
hiperlipidemia
|
5.
|
Handeuleum
(Daun ungu)
(Gratophyllum pictum Griff)
|
Daun
|
Hemoroid
|
6.
|
Tempuyung
(Sonchus arvensis Linn)
|
Daun
|
Nefrolitiasis,
diuretic
|
7.
|
Kejibeling
(Strobilanthes crispus Bl)
|
Daun
|
Nefrolitiasis,
diuretic
|
8.
|
Labu merah
(Cucurbita
moschata Duch)
|
Biji
|
Taeniasis
|
9.
|
Katuk
(Sauropus androgynus Merr)
|
Daun
|
Meningkatkan
produksi ASI
|
10.
|
Kumis
kucing
(Orthosiphon stamineus Benth)
|
Daun
|
Diuretik
|
11.
|
Seledri
(Apium graveolens Linn)
|
Daun
|
Hipertensi
|
12.
|
Pare
(Momordica
charantia Linn)
|
Buah
Biji
|
Diabetes
mellitus
|
13.
|
Jambu biji
(klutuk)
(Psidium
guajava Linn)
|
Daun
|
Diare
|
14.
|
Ceguk
(wudani)
(Quisqualis
indica Linn)
|
Biji
|
Askariasis,
oksiuriasis
|
15.
|
Jambu Mede
(Anacardium
occidentale)
|
Daun
|
Analgesik
|
16.
|
Sirih
(Piper betle Linn)
|
Daun
|
Antiseptik
|
17.
|
Saga
telik
(Abrus precatorius Linn)
|
Daun
|
Stomatitis
aftosa
|
18.
|
Sebung
(Blumea
balsamifera D.C)
|
Daun
|
Analgesik,
antipiretik
|
19.
|
Benalu
the
(Loranthus spec. div.)
|
Batang
|
Anti
kanker
|
20.
|
Pepaya
(Carica
papaya Linn)
|
Getah
Daun
Biji
|
Sumber
papain
Anti malaria
Kontrasepsi
pria
|
21.
|
Butrawali
(Tinospora
rumphii Boerl)
|
Batang
|
Anti
malaria, diabetes melitus
|
22.
|
Pegagan
(kaki kuda)
(Centella
asiatica Urban)
|
Daun
|
Diuretika,
antiseptik, antikeloid, hipertensi
|
23.
|
Legundi
(Vitex
trifolia Linn)
|
Daun
|
Antiseptik
|
24.
|
Inggu
(Ruta graveolens Linn)
|
Daun
|
Analgesik,
antipiretik
|
25.
|
Sidowajah
(Woodfordia
floribunda Salibs)
|
Daun
|
Antiseptik,
diuretic
|
26.
|
Pala
(Myristica
fragrans Houtt)
|
Buah
|
Sedatif
|
27.
|
Sambilata
(Adrographis
paniculata Nees)
|
Seluruh
tanaman daun
|
Antiseptik,
diabetes melitus
|
28.
|
Jahe
(Halia)
(Zingibers officinale Rosc)
|
Umbi
|
Analgesik.
Antipiretik, antiinflamasi
|
29.
|
Delima
putih
(Punica
granatum Linn)
|
Kulit
buah
|
Antiseptik,
antidiare
|
30.
|
Dringo
(Acorus
calamus Linn)
|
Umbi
|
Sedatif
|
31.
|
Jeruk
nipis
(Citrus
aurantifolia Swiqk)
|
Buah
|
Antibatuk
|
Apakah
obat herbal harus lari sampai ke isolat (penemuan senyawa aktif) atau cukup
ekstrak saja?
Sebelumnya
saya ambil contoh ini. Tanaman tapak dara mempunyai kandungan zat aktif
vincristine dan vinblastine. Kedua senyawa telah mampu diisolasi menjadi
senyawa tunggal dan banyak digunakan pada terapi kanker. Dalam kasus seperti
ini tepat, zat aktif diisolasi karena dalam penyakit kanker perlu dosis
tertentu dan tepat, jika digunakan ekstrak maka berapa kg ekstrak yang
dibutuhkan untuk bisa berkhasiat.
Lain
lagi cerita dengan doxorubicin. Senyawa ini dihasilkan oleh sejenis jamur.
Doxorubicin merupakan alkaloid yang juga digunakan pada penyakit kanker, namun
ketika Anda minum obat ini maka efek samping yang tidak diinginkan yaitu rambut
rontok dan sumsum tulang kering. Ternyata efek doxorubicin tidak hanya bekerja
membunuh sel kanker, tapi juga membunuh sel yang lain.
Contoh
lain yaitu tanaman yang diteliti oleh salah satu profesor di Fakultas Farmasi
UGM yaitu Piper cubeba (kemukus). Khasiatnya yaitu
sebagai trachea-spasmolitik. Tanaman diuji dengan bioassay
guided maksudnya: dari ekstrak kental misal ekstrak etanol,
lalu difraksinasi dengan pelarut nonpolar sampai polar, lalu masing-masing
fraksi diujikan farmakolgis pada hewan atau sel. Dari uji farmakologis, ketemu
fraksi mana yang berkhasiat lalu dilanjutkan isolasi preparatif untuk menuju
senyawa tunggal.
Contoh
lain pada Orthosipon (kumis kucing) untuk penderita batu
ginjal. Kadungan utamnya yaitu chromen
yang sudah terbukti berkhasiat sebagai diuresis; flavonoid
yang bisa menghancurkan batu ginjal; dan garam kalium yang juga sebagai
diuresis. Jika ekstrak difraksi terus diambil hanya chromen
saja, maka efek ke penyembuhan batu ginjal bisa turun karena ketiganya bekerja
secara sinergis.
Senyawa Marker, Apakah
Itu?
Merupakan
senyawa penanda, yang hanya ada pada tanaman tersebut. Contoh pada
temulawak, senyawa markernya adalah xantorizol,
pada purwoceng yaitu germacron.
Marker mempunyai 2 tujuan utama yaitu sebagai penanda farmakologis dan
analisis. Purwoceng markernya adalah germacron, senyawa ini hanya ditemukan di
purwoceng, tapi dia bukan zat aktifnya, zat aktifnya adalah stigmasterol.
Tapi stigmasterol juga ditemukan di cabe jawa. Oleh karena itu sering ditemukan
adanya pemalsuan purwoceng yang dicampur dengan cabe jawa, karena harga
purwoceng jauh lebih mahal. Ketika yang diuji Stigmasterolnya maka tidak
terlihat bedanya karena cabe jawa memang ada zat yang sama. Jadi marker
berperan sebagai identitas ekstrak. Jadi yang perlu dianalisis adalah
germacron-nya.
1.4. Manfaat bagi
kesehatan manusia
Di samping
kebutuhan akan sandang, pangan, papan serta pendidikan, kesehatan juga
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena dengan kondisi kesehatan
yang baik dan kondisi tubuh yang prima, manusia dapat melaksanakan proses kehidupan,
tumbuh dan menjalankan aktivitasnya dengan baik. Apabila terjadi suatu keadaan
sakit atau gangguan kesehatan, maka obat akan menjadi suatu bagian penting yang
berperan aktif dalam upaya pemulihan kondisi sakit tersebut.
Selama ini,
pembangunan kesehatan meletakkan ilmu pengobatan Barat (modern) sebagai dasar
sistem kesehatan nasional, begitu pula berbagai peraturan dan kebijakan lebih
banyak menyangkut obat-obatan modern. Di lain pihak, merujuk pada filosofi
pengobatan Timur, eksistensi manusia tidak terpisah dari unsur alam semesta,
yang meliputi air, api, tanah dan udara. Keberadaan manusia di tengah kehidupan
harus dipandang secara holistik. Ketika manusia terganggu kesehatannya, harmoni
kehidupannyapun terganggu. Pada saat inilah manusia membutuhkan obat untuk
memulihkan kesehatannya.
Berbicara
mengenai obat alami, sumber penggunaannya dapat ditelusuri dari budaya dan
konsep kesehatan dari beberapa prinsip pandang di antaranya Ayurveda, Cina dan
Unani-Tibb (Wijesekera, 1991)
Sistem Ayurveda
yang berkembang di India dan kawasan Asia Tenggara menganut konsep pemulihan
kesehatan berdasarkan pengembalian (restorasi) dan menjaga keseimbangan tubuh
pada keadaan normal. Sistem Cina, yang berkembang di Cina, Jepang, Korea dan
Taiwan, pada intinya menekankan pada pengembalian hubungan fungsional yang
dinamis antar organ tubuh. Sedangkan sistem Unani-Tibb yang berkembang di Timur
Tengah terutama Mesir dan Turki, berdasarkan konsep terapi yang sistematis. Di
Indonesia sendiri, landasan ilmiah konsep pengobatan tradisional belum
didokumentasikan secara sistematis, namun manfaatnya telah dirasakan terutama
oleh masyarakat yang hidupnya jauh dari fasilitas pengobatan modern.
Penggunaan
tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan penyedap hingga
bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika. Namun, di dalam sistim pelayanan
kesehatan masyarakat, kenyataannya peran obat-obat alami belum sepenuhnya
diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat alami tersebut telah
terbukti. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai obat kuat,
obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan
lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat. Memang
disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasil-hasil
penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih
berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga
saat ini obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping
obat modern.
Dengan adanya
krisis moneter yang melanda Indonesia dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang
berkepanjangan, berdampak pada melonjaknya harga obat-obatan modern secara
drastis oleh karena lebih dari 90% bahan bakunya tergantung impor. Obat
tradisional, yang merupakan potensi bangsa Indonesia, oleh karena itu dapat
ikut andil dalam memecahkan permasalahan ini dan sekaligus memperoleh serta
mendayagunakan kesempatan untuk berperan sebagai unsur dalam sistem pelayanan
kesehatan masyarakat, terlebih-lebih dengan adanya kebijakan Menteri
Kesehatan RI tahun 1999 untuk mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli
Indonesia untuk kebutuhan farmasi di Indonesia.
Kecenderungan kuat untuk menggunakan
pengobatan dengan bahan alam, tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga
berlaku di banyak negara karena cara-cara pengobatan ini menerapkan konsep back
to nature atau kembali ke alam yang diyakini mempunyai efek samping yang
lebih kecil dibandingkan obat-obat modern .
Mengingat peluang obat-obat alami
dalam mengambil bagian di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat cukup
besar dan supaya dapat menjadi unsur dalam sistem ini, obat alami perlu
dikembangkan lebih lanjut agar dapat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan
mutu.
1.5
Obat Tradisional dan Tanaman Obat di
Indonesia
Sejak
ratusan tahun yang lalu, nenek moyang bangsa kita telah terkenal pandai meracik
jamu dan obat-obatan tradisional. Beragam jenis tumbuhan, akar-akaran, dan
bahan-bahan alamiah lainnya diracik sebagai ramuan jamu untuk menyembuhkan
berbagai penyakit. Ramuan-ramuan itu digunakan pula untuk menjaga kondisi badan
agar tetap sehat, mencegah penyakit, dan sebagian untuk mempercantik diri.
Kemahiran meracik bahan-bahan itu diwariskan oleh nenek moyang kita secara
turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya, hingga ke zaman kita
sekarang. Di berbagai daerah di tanah air, kita menemukan berbagai kitab yang
berisi tata cara pengobatan dan jenis-jenis obat tradisional. Di Bali,
misalnya, ditemukan kitab usadha tuwa, usadha putih, usadha tuju, dan usadha
seri yang berisi berbagai jenis obat tradisional. Dalam cerita rakyat seperti
cerita Sudamala, dikisahkan bagaimana Sudamala berhasil menyembuhkan mata
pendeta Tambapetra yang buta. Demikian pula relief cerita Mahakarmmawibhangga
pada kaki Candi Borobudur, menggambarkan seorang anak kecil yang sakit
dan sedang diobati dua orang tabib. Salah satu relief lainnya, juga
memperlihatkan kegiatan seorang tabib sedang meracik obat.
Sejak ratusan tahun yang lalu, nenek
moyang bangsa kita telah terkenal pandai meracik jamu dan obat-obatan tradisional.
Beragam jenis tumbuhan, akar-akaran, dan bahan-bahan alamiah lainnya diracik
sebagai ramuan jamu untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Ramuan-ramuan itu
digunakan pula untuk menjaga kondisi badan agar tetap sehat, mencegah penyakit,
dan sebagian untuk mempercantik diri. Kemahiran meracik bahan-bahan itu
diwariskan oleh nenek moyang kita secara turun temurun, dari satu generasi ke
generasi berikutnya, hingga ke zaman kita sekarang.
Di berbagai daerah di tanah air,
kita menemukan berbagai kitab yang berisi tata cara pengobatan dan jenis-jenis
obat tradisional. Di Bali, misalnya, ditemukan kitab usadha tuwa, usadha putih,
usadha tuju, dan usadha seri yang berisi berbagai jenis obat tradisional. Dalam
cerita rakyat seperti cerita Sudamala, dikisahkan bagaimana Sudamala berhasil
menyembuhkan mata pendeta Tambapetra yang buta. Demikian pula relief cerita
Mahakarmmawibhangga pada kaki Candi Borobudur, menggambarkan seorang
anak kecil yang sakit dan sedang diobati dua orang tabib. Salah satu relief
lainnya, juga memperlihatkan kegiatan seorang tabib sedang. Meracikobat.
Demikian pula dalam tradisi Melayu,
ditemukan naskah-naskah yang menyajikan resep obat-obatan. Naskah-naskah itu,
antara lain memuat berbagai jamusawan, jamu sorong, jamu untuk ibu hamil dan
melahirkan, obat sakit mata,obat sakit pinggang, hingga obat penambah nafsu
makan. Peralihan dari zaman Hindu-Budha ke zaman Islam, telah memperkaya
khazanah tradisi pengobatan dalam masyarakat kita. Berbagai buku kedokteran
Islam yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, telah diterjemahkan baik ke
dalam bahasa Jawa maupun bahasa Melayu.Semua ini berlangsung tanpa terputus,
sampai bangsa kita mengenal ilmu kedokteran dari Eropa pada zaman penjajahan.
Di tengah-tengah serbuan obat-obatan
modern, jamu dan ramuan tradisional tetap menjadi salah satu pilihan bagi
masyarakat kita. Tidak hanya masyarakat di pedesaan, masyarakat di perkotaan
pun mulai mengkonsumsi obat-obatan tradisional ini. Diberbagai pelosok tanah
air, dengan mudah kita menjumpai para penjual jamu gendong berkeliling
menjajakan jamu sebagai minuman sehat dan menyegarkan. Demikian pula, kios-kios
jamu tersebar merata di seluruh penjuru tanah air. Jamu dan obat-obatan
tradisional, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat kita.
Keragaman obat-obatan tradisional di
tanah air, telah memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, dan kesehatan bangsa
kita. Negara kita menjadi salah satu pusat tanaman obat di dunia. Ribuan jenis
tumbuhan tropis, tumbuh subur di seluruh pelosok negeri. Belum semua jenis
tanaman itu kita ketahui manfaat dan khasiatnya. Kita hanya berkeyakinan bahwa
Tuhan menciptakan semua jenis tumbuhan itu, pastilah tidak sia-sia. Semua itu
pasti ada manfaatnya. Olehkarena itu, perlu dilakukan konservasi sumber daya
alam, agar jangan ada jenis tanaman yang punah. Kebakaran hutan bukan saja
memusnahkan satwa dan fauna, tetapi juga menimbulkan polusi dan meningkatkan
suhu pemanasan global.
Jamu dan obat tradisional, sampai
saat ini belum dikembangkan secara optimal. Produksi jamu dan obat-obatan
tradisional lebih banyak diproduksi oleh homeindustry. Hanya sebagian kecil
jamu dan obat-obatan tradisional yang diproduksi secara masal melalui industri
jamu dan obat tradisional di pabrik-pabrik. Untuk meningkatkan kualitas, mutu,
dan produk jamu serta obat-obatan yang dihasilkan oleh masyarakat kita,
diperlukan kerjasama seluruh pihak yang terkait.Kerjasama itu dimaksudkan agar
jamu dan obat tradisional yang dihasilkan dapat bersaing, baik di pasar
regional maupun global.
Beredarnya jamu dan obat-obatan yang
tidak terdaftar di Badan Pengawasan Obatdan Makanan, akan merugikan konsumen.
Di samping itu, secara ekonomi, beredarnya obat-obatan seperti itu justru akan
merusak citra obat tradisional. Citra yang rusak akhirnya akan memukul produksi
dan pemasaran obat-obatan tradisional, di dalam maupun di luar negeri.
Pemerintah, terus berupaya melakukan pengawasan demi meningkatkan keamanan,
mutu, dan manfaat obat tradisional. Hal ini dilakukan agar masyarakat
terlindung dari obat tradisional yang dapat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan.
Melalui penelitian dan pengembangan
yang cermat dan teliti, jamu dan obat-obatan tradisional dapat diarahkan untuk
menjadi obat yang dapat diterima dalam pelayanan kesehatan formal. Memang harus
kita akui, bahwa para dokter dan apoteker, hingga saat ini masih belum dapat
menerima jamu sebagai obat yang dapat mereka rekomendasikan kepada para
pasiennya. Akibatnya, pemasaran produk jamu tidak dapat menggunakan tenaga
detailer seperti pada obat modern.
Akhir-akhir ini, tampak adanya trend hidup sehat pada masyarakat untuk menggunakan produk yang berasal dari alam. Oleh karena itu, jamu dan obat-obatan tradisional perlu didorong untuk menjadi salah satu pilihan pengobatan. Jamudan obat-obatan tradisional harus didorong pula untuk menjadi komoditi unggulan yang dapat memberikan sumbangan positif bagi meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kegiatan itu juga memberikan peluang kesempatan kerja, dan mengurangi kemiskinan.
Akhir-akhir ini, tampak adanya trend hidup sehat pada masyarakat untuk menggunakan produk yang berasal dari alam. Oleh karena itu, jamu dan obat-obatan tradisional perlu didorong untuk menjadi salah satu pilihan pengobatan. Jamudan obat-obatan tradisional harus didorong pula untuk menjadi komoditi unggulan yang dapat memberikan sumbangan positif bagi meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kegiatan itu juga memberikan peluang kesempatan kerja, dan mengurangi kemiskinan.
1.7 Penggolongan Obat Teradisional
Obat
tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (DepKesRI).
Obat
bahan alam yang ada di Indonesia saat dapat dikategorikan menjadi 3 kategori,
yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
1.Jamu
(Empirical based herbal medicine)
Logo
Jamu
Jamu
adalah obat tradisional yang disiapkan dan disediakan secara tradisional.
Berisi seluruh bahan Tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis
(bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional berdasarkan pengalaman. Jamu
telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin
ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan leluhur atau pengalaman leluhur. Sifat jamu umumnya belum terbukti
secara ilmiah (empirik) namun telah banyak dipakai oleh masyarakat luas. Belum
ada pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi digunakan dengan bukti
empiris berdasarkan pengalaman turun temurun. Perlu diperhatikan, JAMU itu bisa diartikan denga kata
lain OBAT ASLI INDONESIA, jadi jika meyebutkan jangan “JAMU INDONESIA” tapi
cukup dengan “JAMU”. Jamu
adalah obat-obatan yang ramuannya masih khas dan sederhana, dapat dijumpai di
masyarakat sudah digunakan secara turun temurun dan terbukti secara di
masyarakat nyata memiliki efek
Jamu harus memenuhi kriteria:
·
Aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan
·
Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan
data empiris
·
Memenuhi persyaratan mutu yang
berlaku
Jenis klaim penggunaan:
·
Harus sesuai dengan jenis pembuktian
tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat umum dan medium
·
Harus diawali dengan kata-kata: “Secara
tradisional digunakan untuk…” atau sesaui dengan yang disetujui pada
pendaftaran
2.
Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)
Logo
Obat Herbal terstandar (OHT)
Obat
Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak
atau penyarian bahan alam (dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun
mineral). Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih rumit
dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan
teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa
penelitian-penelitian pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikuti standar
kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar
pembuatan obat tradisional yang higienis, dan telah dilakukan uji toksisitas
akut maupun kronis. Intinya
OHT sudah terstandardisasi komposisinya, dan sudah diujikan dan terbukti
berkhasiat lewat penelitian pada hewan
Obat Herbal Terstandar harus
memenuhi kriteria:
·
Aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan
·
Klaim khasiat dibuktikan secara
ilmiah/praklinik
·
Telah dilakukan standardisasi
terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
·
Memenuhi persyaratan mutu yang
berlaku
Jenis klaim penggunaan:
·
Harus sesuai dengan tingkat
pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium
3.Fitofarmaka
(Clinical based herbal medicine)
Logo Fitofarmaka
Fitofarmaka
merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang
dengan bukti ilmiah dari penelitian praklinik sampai dengan uji klinik pada
manusia dengan kriteria yang memenuhi syarat ilmiah, protokol uji yang telah
disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, dan tempat
pelaksanaan uji memenuhi syarat. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para
profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan.
Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya
jelas dengan pembuktian secara ilmiah. Di samping itu obat herbal jauh lebih
aman dikonsumsi apabila dibandingkan dengan obat-obatan kimia karena memiliki
efek samping yang relatif sangat rendah. Obat tradisional semakin banyak
diminati karena ketersediaan dan harganya yang terjangkau.
Dengan
dilakukannya uji klinik, maka akan meyakinkan para praktisi medis ilmiah untuk
menggunakan obat herbal ke dalam sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga
bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan
pembuktian secara ilmiah. Pada
intinya, fitofarmaka itu obat dari bahan alam yang secara penelitian dan
khasiat sudah bisa disetarakan dengan obat-obatan sintesis/modern.
Penelitiannya sudah melalui uji klinis (pada manusia)
Good
Agriculture Practise (GAP)
Oleh
karena bayak variabel yang berbeda dalam herbal walau sama-sama tanamannya maka
dikembangkan GAP. Yaitu upaya untuk standardisasi dimulai sejak budi daya. Hal
ini dimaksudkan supaya diperoleh keterulangan yang sama antarproduk yang
dibuat. Ini dianalogikan dengan proses pembuatan obat sintetis yaitu dari proses
bahan baku, proses produksi, uji kestabilan, uji kualitas semua ada SOP-nya
(prosedur tetap/protap).
OHT
vs FITOFARMAKA
Fitofarmaka,
masih banyak orang yang asing dengan istilah ini.
Jumlah fitofarmaka di Indonesia hingga tahu 2011 hanya
ada 5 yaitu Stimuno (Dexa Medica), X-Gra (Phapros), Tensigard (Phapros),
Rheumaneer (Nyonya mener), dan Nodiar (Kimia Farma). (Baca :
Fitofarmaka di Indonesia). Sedangkan OHT mencapai 17 dan golongan
jamu mencapai ribuan.
Mengapa
Fitofarmaka jumlahnya sedikit sekali, padahal kekayaan hayati Indonesia sangat
besar? Alasan klasik yaitu masalah waktu dan biaya. Untuk menuju grade fitofarmaka
diperlukan dana milyaran hingga triliunan dan waktu bisa lima sampai belasan
tahun. Selain kedua alasan di atas, sebenarnya ada satu alasan lagi mengapa
para produsen “belum mau” mengangkat produknya menuju ke fitofarmaka. Yaitu
belum populernya fitofarmaka dan masyarakat belum paham makna penggolongan grade-grade tersebut.
Contoh,
Anda tahu Tolak Angin? Pada awalnya produk ini adalah Jamu, namun
sekarang sudah OHT. Bagi konsumen, jelas dengan kenaikan grade ini semakin
meningkatkan kepercayaan, obat ini telah melalui proses standardisasi sehingga
lebih terjamin produknya. Masyarakat kita baru sampai tahap ini saja, bisa
membedakan Jamu dan OHT, namun belum sampai ke fitofarmaka.
Jadi
masyarakat belum tahu apa makna label Fitofarmaka di suatu produk. Maksudnya
apa? Jika kita di Apotek disuguhkan oleh apoteker 2 produk, 1 stimuno dan 1
lagi obat yang mengandung sama-sama meniran, malah ada tambahan Echinacea dan Zn, Vitamin
C, dengan harga lebih murah, juga kemasan yang lebih menarik. Tentu masyarakat
akan cenderung memilih produk X.
Di
sini yang jadi titik kritis, walau bisa dikatakan produk X lebih
“pepak/komplit” tapi ini belum diuji formulasinya ke klinik (manusia/pasien),
jadi kita belum tahu bagaimana satu-kesatuan tersebut (formulasi) efeknya pada
manusia. Walau sudah di-claim
masing-masing bahan oleh jurnal-jurnal ilmiah. Terus timbul pertanyaan, apakah
dengan label Fitofarmaka lantas obat jadi tambah manjur? Tentu tidak, cuma
khasiat dari satu-kesatuan (formulasi) produk tersebut telah teruji dan
dibuktikan secara klinik/ilmiah.
Bagaimana
dari sisi produsen mengapa tidak mengangkat lagi produk OHT-nya ke arah
fitofarmaka? Jawabnya: Mungkin jawabannya “Jangan dulu. Dalihnya, masyarakat
saat ini pahamnya OHT lebih tinggi dari Jamu dan belum kenal dengan
fitofarmaka. Lalu buat apa saya repot-repot mengangkat ke fitofarmaka dengan
biaya dan waktu yang lama, namun tidak menambah revenue dari modal tersebut. OHT saja sudah
cukup menaikkan pamor, sudah bisa menghasilkan revenue dalam jumlah besar, jadi nanti saja
ke fitofarmaka-nya”. Ini adalah salah satu kendala fitofarmaka untuk berkembang
luas dan berhenti di OHT saja.
Lagi
pula, tidak ada jaminan bahwa dengan fitofarmaka lantas penjualan akan terus
meningkat dan menjadi block-buster?
Buktinya Stimuno bukan “revenue
center” utama dari Dexa Medica. Dengan membuat fitofarmaka, lebih
mengarah ke PENCITRAAN. “Oh, disana udah berhasil fitofarmaka …”. Dan ini
mengakat nama pabrik secara keseluruhan (Brand
corporate awareness).
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria:
·
Aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan
·
Klaim khasiat harus dibuktikan
berdasarkan uji klinik
·
Telah dilakukan standardisasi
terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
·
Memenuhi persyaratan mutu yang
berlaku
Jenis klaim penggunaan:
·
Harus sesuai dengan tingkat
pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium
dengan kriteria memenuhi syarati
lmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi
prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat.
*
keterangan mengenai lambang dan ketentuan mengenai penggunaan lambang-lama dan
lambang-baru dapat dibaca selengkapnya pada Surat Keputusan Kepala BPPOM-RI
No.Hk.00.05.4.2411 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat
Bahan Alam Indonesia
Produk
fitofarmaka di Indonesia masih terbatas jumlahnya. Saat ini baru ada 5 produk
fitofarmaka yang beredar di pasaran, yaitu :
Nodiar ®
Produsen : Kimia
Farma
Komposisi :
setiap tablet mengandung :
Attapulgite …………………… 300 mg
Psidii Folium Extract ……… 50 mg
Curcuma domestica Rhizoma Extract …...7.5 mg
Indikasi :
secara tradisional digunakan untuk membantu mengatasi diare nonspesifik.
|
Rheumaneer®
Produsen
: Nyonya Meneer
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma ………95 mg Zingiberis Rhizoma ekstrak…. 85 mg Curcumae Rhizoma ekstrak …120 mg Panduratae Rhizoma ekstrak ….75 mg Retrofracti Fructus ekstrak….. 125 mg indikasi: membantu mengurangi nyeri persendian. |
Stimuno®
Produsen : Dexa Medica
Komposisi:
Tiap 5 ml
Stimuno Sirup mengandung ekstrak Phyllanthus niruri 25 mg.
Tiap kapsul
Stimuno mengandung Phyllanthus niruri 50 mg
Indikasi: Membantu
memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh
|
Tensigard®
Produsen
: Phapros
Komposisi:
tiap kapsul berisi:
Ekstrak Apii herba 92mg Ekstrak Orthosiphon folium 28mg Indikasi: Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic
1.8
Khasiat dari beberapa tanaman Obat
BROTOWALI
(Tinospora tuberculata Beumme)
Kandungan kimia : Batang mengandung Pati, Glikosida, Pikroretosid, Alkaloida, Berbenia, Palmatina, zat pahit Pikroretin dan Harsa. Kegunaan/khasiat : Batang digunakan untuk mengobati diabetes, cuci darah, cuci luka.
JAHE
MERAH (Zingiber officinale Roxb)
Kandungan kimia : Rimpang mengandung : Sineol, Borneol, Sitral, Minyak atsiri. Kegunaan/khasiat : Rimpang bisa digunakan sebagai obat kuat, kejang, sinusitis.
BELANDA (Guazuma ulmifolia)
Kandungan kimia : Daun mengandung Minyak lemak, Zat lendir, Asam, Damar, Glukosa, Tanin, Zat pahit. Kegunaan/khasiat : Daun digunakan sebagai pelangsing, pengelat.
JINTAN
HITAM (Ningella sativa Linn)
Kandungan kimia : Mengandung minyak terbang dan minyak lemak. Kegunaan/khasiat : Digunakan sebagai pelangsing, kembung, peluruh keringat, penghangat badan, sakit perut sebelah bawah, radang selaput lendir hidung (caranya : dengan menghirup bau minyak terbang dari bijinya).
KEJI
BELING (Sericocalyx crispus)
Kandungan kimia : Daun Keji Beling mengandung unsur-unsur mineral seperti Kalium, Natrium, Kalsium dan beberapa unsur lainnya. Khasiat : Daun Keji Beling berguna untuk obat kulit gatal yang memiliki khasiat mengurangi rasa gatal (adstringens). Daun Keji Beling berguna untuk obat batu ginjal yang memiliki khasiat meluruhkan air seni. Daun Keji Beling berguna untuk obat bawasir yang memiliki khasiat mengurangi pendarahan. KELADI TIKUS (Typhonium flagelliforme) Kegunaan/khasiat : Tanaman digunakan untuk mengobati Kanker payudara, Rectum, Usus besar, Paru-paru, Leukemia, Otak, Leher rahim, Orostat, Liver, Ginjal, Tenggorokan, Tulang, Limpa, Empedu dan Pankreas. Umbi digunakan untuk mengobati Frambusia, Koreng, Menetralisir racun narkoba. KEMUKUS (Piper cubeba Linn) Kandungan kimia : Buah mengandung Minyak atsiri, Asam kubebat, Damar, Kubebina, Piperina, Minyak lemak. Kegunaan/khasiat : Digunakan untuk mengobati asma (dibubuhkan dalam rokok sigaret), gangguan jantung, obat radang selaput lendir, gonorhoe, penyakit perut, disentri. KEMUNING (Murrava paniculata L. Jack) Kandungan kimia : Daun mengandung Metyl anthranilat, â-caryophyllen, Geraniol, Carene-3, Eugenol, Citronelol, Metyl salisilat, Ostol, Peniculatin, Coumurayin, Bisabolene, Cadinene. Kegunaan/khasiat : Akar digunakan untuk mengobati penyakit bisul, keseleo, rematik, sakit pinggang, memar, radang buah zakar. Daun digunakan sebagai pelangsing, mengobati batu ginjal, infeksi saluran kencing, haid tidak teratur, keputihan, tukak lambung, radang otak. Daun + batang digunakan sebagai obat cuci eksim. Minyak dari kulit batang digunakan sebagai obat oles untuk sakit gigi. KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus Benth) Kandungan kimia : Daun mengandung Glukosa orthosinfonin, Minyak atsiri, Minyak lemak, Saponin, Sapofonin, Garam kalium, Zat samak. Kegunaan/khasiat : Daun digunakan sebagai peluruh kencing, mengobati batu ginjal. MAHKOTA DEWA BUAH (Phaleria papuana Warb) Kandungan kimia : Daun, kulit buah mengandung Alkaloida, Saponine dan Flavonoid. Daun juga mengandung Polifenol. Kegunaan/khasiat : Digunakan untuk mengobati penyakit jantung, lever, diabetes, hipertensi, asam urat, ginjal, penambah stamina, alergi, penyakit kulit, penurun kolesterol, obat ketergantungan narkoba. Daun digunakan untuk mengobati lemah syahwat, disentri, alergi, tumor. Kulit dan daging buah (direbus) digunakan sebagai obat flu, rematik, kanker rahim stadium akhir. Cangkang buah (direbus) digunakan untuk mengobati penyakit kanker payudara, kanker rahim, paru-paru, sirosis hati (wis). MENI RAN (Phylanthus urinaria) Kandungan kimia : Herba mengandung Filantin, Hipofilantin, Garam kalium. Kegunaan/khasiat : Herba digunakan untuk mengobati batu ginjal, asam urat, rematik, peluruh kencing. MIMBA (Azadirachta indica) Kandungan kimia : Mengandung Azadirachtin, Minyak gliserida, Asam asetiloksifuranil-dekahidrotetrametil, Oksosiklopentanatol, Furan-aetat, Keton, Nimbol. Kegunaan/khasiat : Daun digunakan sebagai obat diabetes, malaria, diare, disentri, masuk angin, kanker lever, jerawat, obat cuci sakit eksim dan kudis, menghilangkan ketombe. PEGAGAN (Centella Asiatica) Kandungan kimia : Pegagan mengandung Thankunside, Asiaticoside, Brahmoside, Natrium, Kalsium, Zat ssamak, dll. Kegunaan/khasiat : Pegagan digunakan untuk mengobati penyakit campak, kencing darah, radang hati, keputihan, mata merah dan bengkak, wasir, dll. PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molkenb) Kegunaan/khasiat : Akar digunakan sebagai penambah vitalitas tubuh. RUMPUT MUTIARA (Hedyotis corymbosa) Kegunaan/khasiat : Seluruh tumbuhan (direbus) digunakan sebagai peluruh kencing, menghilangkan panas dan racun, anti radang, melancarkan sirkulasi darah, bisul. SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness) Sambiloto merupakan salah satu tanaman obat yang sering digunakan di Indonesia. Tanaman ini sudah diteliti secara etnobotani, botani, penyebaran , budidaya, efek farmakologi, kandungan kimia, uji praklinis maupun uji klinis. Penggunaan sambiloto untuk pengobatan penyakit maupun pencegahan sudah terbukti secara nyata, aman dan efektif. Hal ini menjadi dasar bagi peneliti tanaman obat untuk mengembangkan sambiloto secara ilmiah agar dapat diterima sebagai obat dalam pelayanan kesehatan formal. Penelitian sambiloto sebenarnya sudah pada tahap uji praklinis dan uji klinis yang dilaksanakan oleh para peneliti dalam dan luar negeri . Perkembangan terakhir disebutkan bahwa ekstrak sambiloto telah dipatenkan sebagai anti HIV pada 13 Desember 1996 oleh Pracelsian Inc bekerjasama dengan Bastyr University dan dipasarkan dengan nama dagang Andro Vir. Kandungan kimia : Tanaman sambiloto mengandung Laktone dan Flavonoid. Laktone yang diisolasi dari daun dan percabangannya yaitu Deoxyandrographolide, Andrographolide, Neoandrogapholide, 14-deoxy-n, 12-didehdoandrographolide, dan Homoandrographolide. Sedangkan flavonoid diisolasi terbanyak dari akar yaitu Polymethoxyflavone, Androgaphin, Panicolin, Mono-o-methylwithtin, dan Apigenin 7, 4-dimethyl ether. Khasiat : Daun sambiloto berguna untuk obat malaria yang memiliki khasiat menurunkan panas. Daun sambiloto berguna untuk obat panas yang memiliki khasiat menurunkan panas. Daun sambiloto berguna untuk obat kurang gizi yang memiliki khasiat menambah nafsu makan. Daun sambiloto berguna untuk obat sakit perut yang memiliki khasiat meluruhkan kentut, menguatkan lambung, memperkuat saluran pencernaan, dan meredakan kejang. Daun sambiloto berguna untuk obat kulit yang memiliki khasiat mengurangi radang dan gatal. (Dikutip dari : "TOGA 3 – Tanaman Obat Keluarga", Hieronymus Budi Santoso, penerbit : Kanisius). SENGGUGU (Clerodendrum serratum) Kandungan kimia : Daun mengandung Kalium, Alkaloida. Kulit batang mengandung senyawa Triterpenoid, Asam oleanolat, Asam queretaroat, Asam serratogenat. Kulit akar mengandung Glikosida fenol, Manitol, Sitosterol. Kegunaan/khasiat : Daun sebagai obat cacingan, perut busung, borok berair, rematik. Tanaman sebagai obat malaria, memulihkan tenaga sehabis bersalin, menjernihkan suara, bisul, luka terpukul, tulang patah, digigit ular. Buah untuk mengobati batuk. TAPAK DARA (Catharanthus roseus) Kandungan kimia : Akar, batang, daun, biji mengandung Alkaloida (Vinblastine, Vincristine, Leurosine, Vincadioline, Leurosidine, Catharanthine, Vindoline, Vindolinine). Kegunaan/khasiat Herba digunakan untuk mengobati penyakit kanker, leukemia, kanker payudara, kanker rahim, anemia, demam, gondong, muntaber, sakit perut, batuk. Daun digunakan untuk mengobati sariawan, disentri, tangan gemetar (buyutan), hipertensi, diabetes, batu ginjal, asma, bronkhitis. Akar digunakan untuk mengobati malaria. TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L) Kandungan kimia : Lactucerol, Inositol, Manitol, Flavonoida, Taraksasterol, Silika, Kalium. Kegunaan/khasiat : Daun digunakan sebagai obat hipertensi, kencing batu, kandung kencing dan empedu berbatu, asam urat. Herba digunakan mengobati radang payudara (mastitis). TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb) Kandungan kimia : Temu ireng mengandung minyak atsiri, curcumol, kurdione, zat pati, damar, alkaloida, saponin, lemak, mineral. Kegunaan/khasiat : Rimpang berkhasiat untuk : - menambah nafsu makan - demam nifas - sakit waktu haid - ayan - malaria - cacingan - sariawan - batuk - koreng, kudis - meningkatkan stamina tubuh - peluruh kentut - kembung - gonorrhoe - pembersih darah pasca bersalin - penetral racun dalam tubuh TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kandungan kimia : Komponen utama kandungan zat dalam temulawak adalah Kurkumin dan Minyak atsiri. Kurkumin bermanfaat sebagai Acnevolgaris, Antiinflamasi (antiradang), dan Antihepatotoksik (anti keracunan empedu). Minyak atsiri temulawak mengandung Phelandren, Kamfer, Borneol, Xanthorrhizol, Turmerol, dan Sineal. Khasiat : Rimpang temulawak berguna untuk obat panas yang memiliki khasiat menurunkan panas. Rimpang temulawak berguna untuk obat ASI yang memiliki khasiat memperlancar ASI. Rimpang temulawak berguna untuk obat kurang gizi yang memiliki khasiat menambah nafsu makan. Rimpang temulawak berguna untuk obat maag yang memiliki khasiat membersihkan darah. Rimpang temulawak berguna untuk obat mencret yang memiliki khasiat membunuh kuman. Rimpang temulawak berguna untuk obat luka yang memiliki khasiat membunuh kuman. Daun SalamAnda tentu tak asing dengan daun beraroma khas ini. Dalam berbagai masakan, daun salam kerap dijadikan bumbu penyedap. Ternyata, khasiat daun salam tak sebatas sebagai penyedap masakan. Daun tumbuhan yang banyak tumbuh liar di hutan dan pegunungan maupun sengaja ditanam di kebun atau pekarangan rumah ini berkhasiat mengobati diare, kelosterol tinggi, tekanan darah tinggi, kencing manis, maag. Sementara buah buninya yang bulat kecil-kecil bisa digunakan untuk mengobati mabuk akibat alkohol. Diare Cuci 15 lembar daun salam segar. Rebus dalam dua gelas air sampai mendidih selama 15 menit. Tambahkan sedikit garam. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus Kencing manis Cuci 7-15 lembar daun salam segar, lalu rebus dalam 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus sebelum makan. Lakukan sehari 2 kali. Menurunkan kadar kolesterol tinggi Cuci 10-15 lembar daun salam segar, lalu rebus dalam 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus di malam hari. Lakukan setiap hari. Menurunkan tekanan darah tinggi Cuci 7-10 lembar daun salam, lalu rebus dalam 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sehari 2 kali, masing-masing setengah gelas. Maag Cuci bersih 15-20 lembar daun salam segar. Rebus dengan 1/2 liter air sampai mendidih selama 15 menit. Tambahkan gula enau secukupnya. Setelah dingin, minum airnya sebagai teh. Lakukan setiap hari sampai rasa perih dan penuh di lambung hilang. Mabuk alkohol Cuci 1 genggam buah salam masak, lalu tumbuk sampai halus. Peras dan saring, air yang terkumpul diminum sekaligus. Kudis, gatal-gatal Untuk pengobatan luar, cukup ambil daun, kulit, batang, atau akar salam seperlunya. Cuci bersih, lalu giling halus sampai menjad adonan seperti bubur. Balurkan ke tempat yang gatal, kemudian dibalut. Asam JawaTak salah bila Asam jawa digunakan sebagai bahan baku ramuan jamu tradisional. Karena khasiatnya memang luar biasa. Buah berbentuk polong yang rasanya sangat masam ini efektif mengobati berbagai penyakit. Asma Ambil 2 potong kulit pohon asam jawa, adas pulawaras secukupnya. Kedua bahan tersebut direbus dengan 1 liter air sampai mendidih, kemudian disaring. Minum air rebusan 2 kali sehari Batuk kering Ambil 3 polong buah asam jawa, setengah genggam daun saga. Kedua bahan tersebut direbus dengan 4 gelas air hingga tinggal 1 gelas, kemudian disaring. Minum 2 kali sehari, setiap pagi dan sore. Demam Ambil 1 genggam daun asam jawa, adas pulawaras secukupnya. Kbahan tersebut direbus dengan setengah liter air hingga mendidih, kemudian disaring. Minum 2 kali sehari, pagi dan sore. Sakit Panas Ambil 2 polong buah asam jawa yang telah masak. Seduh dengan segelas air panas, tambahkan sedikit garam, kemudian disaring. Lalu diminum 2 kali sehari. Catatan: ibu hamil tidak dianjurkan meminum resep ini. Rematik Ambil 1 genggam daun asam jawa, 2-3 biji asam jawa (klungsu). Kedua bahan tersebut ditumbuk halus, kemudian gunakan untuk mengompres bagian yang sakit. Sakit perut Ada beberapa pilihan resep: a. Bahan: 3 polong buah asam jawa yang sudah masak, kapur sirih dan minyak kayu putih secukupnya. Semua bahan tersebut dicampur sampai merata, gunakan sebagai obat gosok, terutama pada bagian perut. b. Bahan: 3 polong buah asam jawa, 1 potong gula aren. Kedua bahan tersebut diseduh dengan 1 gelas air panas, kemudian disaring. Lalu diminum. c. Bahan: 2 polong buah asam jawa, 1 rimpang kunyit sebesar ibu jari, 1 potong gula kelapa. Kunyit diparut, kemudian dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dan diseduh dengan 1 gelas air panas, kemudian disaring, lalu diminum. Morbili (campak jerman) Ambil 1 - 2 potong buah asam jawa yang telah masak, 2 rimpang kunyit sebesar ibu jari. Kunyit diparut, kemudian kedua bahan tersebut dicampur sampai merata. Ramuan tersebut digunakan sebagai bedak/ obat gosok. Alergi/ biduren Ambil 2-3 polong buah asam jawa yang telah tua, 1/4 sendok makan kapur sirih, garam secukupnya. Rebus semua bahan dengan 3 gelas air hingga tinggal 2 gelas, saring. Air rebusan diminum 2 kali sehari, pagi dan sore. Sariawan Ambil 2 polong buah asam jawa, 2 rimpang temulawak sebesar ibu jari, 1 potong gula kelapa. Semua bahan tersebut direbus sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas, kemudian disaring. Diminum seperlunya hingga sariawan hilang. Luka baru Ambil daun asam jawa secukupnya, kemudian ditumbuk atau dikunyah sampai lumat. Tempelkan pada bagian tubuh yang terluka. Luka borok Ambil beberapa biji asam jawa (klungsu). Tumbuk halus, tempelkan pada luka, kemudian dibalut perban. Eksim dan Bisul Ambil 1 genggam daun asam jawa yang masih muda, 2 rimpang kunyit sebesar ibu jari. Tumbuk kedua bahan tersebut sampai halus. Tempelkan pada bagian yang sakit. Bengkak karena disengat lipan atau lebah Ambil 3 - 5 biji asam jawa, tumbuk halus. Bubuhkan pada bagian tubuh yang bengkak, setelah terlebih dahulu dibersihkan menggunakan minyak kayu putih. Mencegah rambut rontok Ambil beberapa biji asam jawa, tumbuk halus, pijatkan pada kulit kepala, lalu bersihkan dengan sampo. Belimbing Buah yang menjadi ikon kota Demak ini memang segar karena kandungan airnya sangat tinggi. Buah belimbing yang terasa manis agak sedikit asam ini memiliki beragam khasiat, mengobati batuk, sariawan, jerawat, tekanan darah tinggi, dan banyak lagi. Daun dan bunga belimbing juga berguna untuk pengobatan. Untuk pemakaian luar seperti mengobati: Pegal linu, ambil 1 genggam daun belimbing yang masih muda, 10 biji cengkeh, 15 biji lada, giling halus, lalu tambahkan cuka secukupnya. Balurkan ke tempat yang sakit. Gondongan, ambil 10 ranting muda belimbing berikut daunnya dan 4 butir bawang merah. Cuci bersih lalu ditumbuk halus. Balurkan ke tempat yang sakit. Jerawat a. Ambil buah belimbing secukupnya, cuci kemudian ditumbuk halus, lalu diremas dengan air garam seperlunya. Gunakan untuk menggosok wajah yang berjerawat. Lakukan 3 kali sehari. b. Ambil 6 buah belimbing wuluh dan 1/2 sendok teh bubuk belerang, digiling halus lalu diremas dengan 2 sendok makan air jeruk nipis. Gunakan untuk menggosok wajah yang berjerawat. Lakukan 2-3 kali sehari. Panu Ambil 10 buah belimbing, dicuci lalu digiling halus, tambahkan kapur sirih sebesar biji asam, diremas sampai rata. Ramuan ini digunakan untuk menggosok kulit yang terserang panu. Lakukan 2 kali sehari. Sementara untuk pemakaian dalam seperti diminum, dibutuhkan cara khusus. Batuk Ambil segenggam bunga belimbing, beberapa butir adas, gula secukupnya dan air 1 cangkir. Semua bahan ditim selama beberapa jam, angkat, lalu dinginkan. Saring, kemudian diminum dua kali, pagi dan malam saat perut kosong. Atau, ambil 25 kuntum bunga belimbing, 1 jari rimpang temu-giring, 1 jari kulit kayu manis, 1 jari rimpang kencur, 2 butir bawang merah, 1/4 genggam pegagan, 1/4 genggam daun saga, 1/4 genggam daun inggu, 1/4 genggam daun sendok, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan 5 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas. Setelah dingin, air rebusan disaring, tambahkan sedikit madu. Minum sehari 3 kali, masing-masing 3/4 gelas. Batuk rejan Ambil 10 buah belimbing, dicuci lalu ditumbuk halus-halus, kemudian diremas dengan 2 sendok makan air garam, lalu disaring. Diminum 2 kali sehari. Sariawan a. Ambil segenggam bunga belimbing, gula jawa secukupnya dan 1 cangkir air direbus sampai kental. Setelah dingin disaring, gunakan untuk membersihkan mulut dan mengoles sariawan. b. Ambil 2/3 genggam bunga belimbing, dicuci lalu direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas. Setelah dingin disaring, lalu diminum sehari 3 kali, masing-masing 3/4 gelas. c. Ambil 3 buah belimbing, 3 butir bawang merah, 1 buah pala muda, 10 lembar daun seriawan, 3/4 sendok teh adas, 3/4 jari pulosari, dicuci lalu ditumbuk halus, diremas dengan 3 sendok makan minyak kelapa, diperas lalu disaring. Dipakai untuk mengoles luka-luka akibat sariawan, 6-7 kali sehari. PareRasa pahit buah pare justru menjadi daya tariknya. Bagi sebagian orang, rasa pahit itu dapat menambah selera makan. Tak hanya itu, buah, biji, bunga, dan akar tanaman pare juga dapat mengobati berbagai penyakit. 1. Haus karena panas dalam, demam, heat stroke Satu buah pare mentah yang masih segar dicuci bersih, lalu dibelah. Buang isinya, potong-potong secukupnya, lalu direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, lalu diminum. 2. Diabetes a. 200 g buah pare segar dicuci bersih lalu diblender. Tambahkan air minum secukupnya, lalu diperas dengan sepotong kain sampai terkumpul sebanyak 50 ml (seperempat gelas). Perasan pare dihangatkan dengan api kecil selama 15-30 menit. Setelah dingin diminum, lakukan setiap hari. b. 200 g buah pare dicuci bersih lalu diiris tipis-tipis. Rebus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, minum. Lakukan setiap hari. 3. Disentri Buah pare segar dicuci lalu dibelah, isinya dibuang. Parut atau dibuat jus, airnya diminum. 4. Disentri amuba Ambil akar pare yang masih segar sebanyak 30 gram. Dicuci bersih lalu dipotong-potong seperlunya. Rebus dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, tambahkan gula pasir secukupnya lalu diminum. 5. Cacingan a. Daun segar sebanyak 7 g, diseduh dengan 1/2 cangkir air panas. Setelah dingin disaring, tambahkan 1 sendok teh madu. Aduk sampai merata, minum sekaligus sebelum makan pagi. b. Ambil dua sampai tiga biji pare. Giling sampai halus, aduk dengan sedikit air masak. Minum, disusul dengan minum air hangat. Ramuan ini untuk pengobatan infeksi cacing gelang. 6. Menyuburkan rambut yang tipis dan kemerahan a. Ambil segenggam daun pare, cuci bersih. Daun kemudian ditumbuk sampai seperti bubur, tambahkan air 3/4 gelas. Ramuan ini kemudian diembunkan semalaman. Pagi-pagi ramuan ini disaring, airnya dipakai untuk membasuh kulit kepala. b. Ambil daun pare yang masih segar secukupnya, lalu dicuci bersih. Daun pare tadi ditumbuk sampai halus, lalu diperas dengan sepotong kain. Airnya dipakai untuk melumas kulit kepala. Lakukan setiap hari. Ramuan ini terutama digunakan untuk bayi dan anak balita. 7. Bisul, abses Ambil segenggam daun pare, cuci bersih lalu direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, minum. 8. Demam, malaria, sakit lever, sembelit Segenggam penuh daun pare dicuci bersih, lalu ditumbuk halus. Tambahkan 1 cangkir air matang, diaduk merata lalu disaring. Air saringannya ditambahkan sedikit garam, lalu diminum pada pagi hari sebelum makan. Cabe RawitCabe rawit dikenal memiliki rasa paling pedas dibandingkan 'saudara-saudara'nya. Ini karena cabe rawit memiliki kadar kapsaisin paling tinggi. Namun, justru rasa pedas dan panas yang dihasilkan ini lah, cabe rawit sangat berkhasiat melancarkan aliran darah, menambah nafsu makan, melegakan hidung tersumbat, mengeluarkan dahak, mengobati migrain. Untuk pemakaian luar, rasa panas cabe bisa digunakan untuk mengobati rematik, campuran obat gosok, meringankan masuk angin. Rasa pedas di lidah menimbulkan rangsangan ke otak untuk mengeluarkan endofin yang dapat menghilangkan rasa sakit dan menimbulkan perasaan lebih sehat. Pada sisitem reproduksi, sifat cabe rawit yang panas dapat mengurangi rasa tegang dan sakit akibat sirkulasi darah yang buruk. Selain itu, kandungan zat antioksidan yang cukup tinggi (vitamim C dan beta karoten), cabe rawit dapat digunakan untuk mengatasi ketidaksuburan, afrodisiak dan memperlambat proses penuaan. Seluruh bagian tanaman yang berasal dari Amerika tropis, dan suka tumbuh di dataran kering ini dapat digunakan sebagai obat; buah, daun, batang, dan akarnya. Cara Permakaian Untuk obat yang diminum, buah cabe rawit digunakan sesuai dengan kebutuhan. Tidak dimakan langsung, melainkan diolah dengan direbus, atau dibuat bubuk dan pil. Untuk pemakaian luar, rebus buah cabe rawit secukupnya, lalu uapnya dipakai untuk memanasi bagian tubuh yang sakit. Atau, giling cabe rawit sampai halus, lalu bubuhkan ke bagian tubuh yang sakit. Bila merasa terlalu panas, Anda bisa menggunakan daun cabe yang digiling. Sakit perut, cuci daun muda segar secukupnya, lalu giling sampai halus. Tambahkan sedikit kapur sirih, lalu aduk sampai rata. Balurkan ramuan tersebut pada bagian perut yang sakit. Rematik, giling 10 buah cabe rawit sampai halus. Tambahkan setengah sendok teh kapur sirih dan air perasan satu buah jeruk nipis, lalu aduk sampai rata. Balurkan ramuan tersebut pada bagian tubuh yang sakit. SingkongSaat dunia terancam bencana kekurangan pangan, saatnya kita kreatif mencari bahan makanan lain. Di Asia, beras masih menjadi bahan makanan pokok utama. Nenek moyang kita dulu sering mengkonsumsi singkong, ubi, jagung, dan sagu sebagai makanan pokok selain nasi. Tak ada salahnya, bukan, mencoba makanan pengganti lain yang ada di sekitar kita? Jangan pernah meremekan singkong. Ubi kayu ini, selain mengandung karbohidrat tinggi dan bisa menggantikan nasi, juga dapat mengobati berbagai penyakit. 1. Rematik Ambil 5 lembar daun singkong dan 1/4 sendok kapur sirih. Kedua bahan tersebut ditumbuk hingga halus, kemudian bubuhkan pada bagian yang sakit. 2. Demam Ambil satu buah tangkai daun ubi kayu, lalu direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih. Saring, dan ambil airnya. Minum air rebusan ini 2 kali sehari, pagi dan sore. Atau, ambil 3 lembar daun ubi kayu, ditumbuk halus, dan gunakan untuk mengompres. 3. Sakit Kepala Ambil 3 lembar daun ubi kayu, ditumbuk halus, dan gunakan untuk mengompres. 4. Diare Ambil 7 lembar daun ubi kayu, kemudian direbus dengan 4 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 2 gelas. Saring untuk diambil airnya. Air rebusan ini diminum 2 kali sehari, pagi dan sore. 5. Mengusir cacing perut Ambil kulit batang ubi kayu secukupnya, kemudian direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas. Saring untuk diambil airnya, minum menjelang tidur malam. 6. Mata kabur Ambil daun ubi kayu secukupnya, kemudian direbus, dan diberi bumbu garam dan bawang putih. Jadikan teman menyantap nasi setiap hari. 7. Luka melepuh seperti terkena knalpot Ambil 1 potong singkong. Parut dan kemudian peras untuk diambil airnya, kemudian biarkan beberapa saat sampai tepung tapiokanya mengendap. Oleskan pada bagian tubuh yang luka. PetaiSiapa menyangka, petai sama hebatnya dengan apel. Ya, si biang bau mulut ini mengandung tiga macam gula alami yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa yang dikombinasikan dengan serat. Kombinasi kandungan ini mampu memberikan dorongan tenaga secara instan, yang bertahan cukup lama dan cukup besar efeknya. Riset membuktikan dua porsi petai mampu memberikan tenaga yang cukup untuk melakukan aktivitas berat selama 90 menit. Penelitian juga membuktikan bahwa petai tidak hanya memberikan energi, namun juga mampu mencegah bahkan mengatasi beberapa macam penyakit dan kondisi buruk seperti: Depresi Petai efektif mengatasi depresi karena biji petai mengandung tryptophan, sejenis protein yang diubah tubuh menjadi serotonin. Inilah yang akan membuat rileks, memperbaiki mood dan secara umum membuat seseorang lebih bahagia. PMS (premenstrual syndrome) Jika mengalami PMS saat menstruasi, Anda tidak perlu minum pil ini ataupun itu, cukup atasi dengan makan petai. Vitamin B6 yang dikandung petai mengatur kadar gula darah, yang dapat membantu mood. Anemia Dengan kandungan zat besi yang tinggi, petai dapat menstimulasi produksi sel darah merah dan membantu apabila terjadi anemia. Tekanan darah tinggi Buah tropis unik ini sangat tinggi kalium, tetapi rendah garam, sehingga sangat sempurna untuk memerangi tekanan darah. Begitu tingginya, sehingga FDA Amerika mengizinkan perkebunan petai untuk melakukan klaim resmi mengenai kemampuan buah ini untuk menurunkan resiko tekanan darah dan stroke. Sembelit Karena kandungan seratnya yang tinggi, petai akan mempermudah menormalkan kembali proses pencernaan. Obat mabuk Salah satu cara paling cepat untuk menyembuhkan "penyakit" akibat mabuk adalah milkshake petai, yang dimaniskan dengan madu. petai akan membantu menenangkan perut dan dengan bantuan madu akan meningkatkan kadar gula darah yang jatuh, sedangkan susu akan menenangkan dan kembali memperbaiki kadar cairan dalam tubuh. Kekenyangan Petai memiliki efek antasid pada tubuh, sehingga bila dada Anda terasa panas akibat kebanyakan makan, cobalah makan petai untuk mengurangi sakitnya. Mual di pagi hari (Morning Sickness) Makan petai di antara jam makan akan membantu mempertahankan kadar gula dan menghindari muntah. Gigitan nyamuk Gatal akibat gigitan nyamuk, cobalah menggosok daerah yang terkena gigitan dengan bagian dalam kulit petai. Luka lambung Petai digunakan sebagai makanan untuk merawat pencernaan karena teksturnya yang lembut dan halus. Petai juga mampu menetralkan asam lambung dan mengurangi iritasi dengan melapisi permukaan dalam lambung. Kecanduan Rokok Petai dapat membantu menyembuhkan efek kecanduan nikotin akibat merokok karena mengandung vitamin B6 dan B12, juga kalium dan magnesium. Cabe Puyang
Cabe Puyang (Piper
Longum) berasal dari Asia, terutama Indonesia dan Thailand. Secara alami
memang telah lama dipakai sebagai bahan pembuatan jamu.
Aktivitas antialergi cabe puyang sudah diteliti dan menunjukkan efektifitasnya dalam mengatasi infeksi tenggorokan dan mencegah kejang di bagian bronkial. Selain untuk mengatasi malaria kronis, buahnya juga dapat digunakan untuk melemahkan virus hepatitis. Herba ini kerap digunakan untuk mengobati batuk,rematik, sendi kaku, mengatasi perut kembung, penyakit semacam lepra dan juga diyakini dapat meningkatkan vitalitas. Bagi penderita maag, cabe puyang dapat menghambat pengeluaran cairan di pencernaan dan menurunkan total asam lambung. Menurunkan LDL, VLDL serta kolesterol total sehingga baik untuk mencegah Kandungan aktif yang ada di cabe puyang antaranya piperine, piperlonguminin, silvatin, guinensin, filfilin, sitosterol, resin dan minyak terbang.
1.9
Potensi Tanaman Obat Untuk Penyakit yang mematikan
1.9.1
Herball Terhadap Penyakit HIV
Kasus
HIV/AIDS secara global sampai akhir 2009 mencapai 40 juta. Sampai saat ini
obat anti-HIV dan vaksin HIV belum ditemukan. Kalangan ahli mulai berpaling
ke tanaman untuk menemukan obat anti-HIV. Salah satu jenis tanaman Indonesia
menjadi tumpuan harapan banyak orang karena ada tanaman itu mengandung zat
anti-HIV.
Beberapa
jenis tanaman sudah lama dimanfaatkan sebagai obat baik dalam bentuk jamu,
racikan dan olahan pabrik. Bahkan, belakangan ini obat yang dibuat dari
tanaman udah menjadi salah satu pilihan obat bagi sebagian masyarakat.
Salah
satu jenis tanaman yang terdapat di hutan hujan tropik Indonesia (juga di
Serawak, Malaysia) dikembangkan sebagai obat anti-HIV. Beberapa tahun yang
lalu Dr. Djaja Soejarto dan rekan-rekannya di Universitas Illinois, AS, membawa ratusan
ranting pohon dari Indonesia dan Malaysia untuk diuji di laboratorium sebagai
bahan anti-HIV.
Salah
satu di antara ratusan ranting itu mengandung Calanolide A. Ranting itu ternyata adalah
ranting pohoh Calophillum
lanigerum MIQ, di Indonesia dan Malaysia dikenal sebagai pohon
betur belulang atau bintangor belulang.
Calanolide
A
ditemukan oleh Lembaga Kanker Nasional, AS (National Cancer Institute/NCI) berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Universitas Illinois, AS, dan Arnold
Arboretum. Zat ini dikembangkan oleh MediChem Research Inc. yang bekerja sama
dengan Serawak MediChem Pharmaceuticals Inc. di Serawak, Malaysia.
Pengembangannya didanai langsuing oleh Kerajaan Malaysia.
Penelitian
secara in vitro
(di dalam tabung reaksi) menunjukkan Calanolide
A, yang merupakan Non-nucleoside
Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI) terlihat aktif terhadap
HIV (human
immunodeficiency virus) yaitu virus yang menyebabkan kondisi AIDS
(Acquired Immune
Deficiency Syndrome) yaitu cacat system kekebalan tubuh dapatan
karena sel-sel darah putih dirusak oleh HIV. HIV sendiri diketahui mempunyai
resistansi (kekebalan) terhadap AZT, Nevirapine dan NNRTI lain (jenis-jenis
obat antiretroviral yaitu obat yang hanya bisa menekan replikasi atau
perkembangan HIV di dalam darah).
Sampai
saat ini upaya untuk menemukan vaksin HIV baru pada tahap uji coba klinis.
Jadi, kabar tentang bintangor ini membawa angin segar bagi dunia medis karena
sampai sekarang upaya yang dapat dilakukan terhadap orang-orang yang
terinfeksi HIV barulah sebatas memberikan obat-obat antiretroviral. Selain
harganya malah obat ini pun menimbulkan efek samping. Jadi, pengembangan obat
anti-HIV dari sari tanaman akan jauh lebih amat jika dibandingkan dengan obat
dari bahan-bahan kimia.
Beberapa
tahun yang lalu MediChem melibatkan 32 relawan yang HIV-positif yang belum
pernah memakai obat antiretroviral untuk percobaan klinis di enam pusat
penelitian medis di AS selama enam bulan. Ujicoba pemakaian Calanolide A akan
mengevaluasi aspek-apsek keanaman, farmakologis dan efek dari dosis yang
dipakai. Penelitian dilakukan secara acak dan bertahap serta menerapkan cara double-blind yang
dikontrol dengan plasebo. Penelitian pada uji coba ini juga akan menganalisis
efek zat terhadap viral
load (kadar HIV di dalam sirkulasi darah), CD4 (sel darah putih
yang sudah dirusak oleh HIV, kadar CD4
mencerminkan tingkat sistem kekebalan tubuh) dan resistansinya terhadap virus
(HIV).
Dalam
kasus HIV/AIDS viral load
dan CD4 sangat
menentukan karena terkait dengan kondisi dan tingkat kekebalan tubuh
seseorang yang HIV-positif. Jika zat dari bintangor ini dapat mempengaruhi viral load dan CD4 maka akan membawa
harapan yang besar bagi dunia farmasi khususnya dan dunia medis pada umumnya
karena obat antiretroviral yang tersedia sekarang hanya dapat menahan laju
perkembangan HIV di dalam darah.
Obat
dari tanaman sudah lama dikenal dalam peradaban manusia. Di Indonesia jamu
sudah dikenal sejak lama. Tidak mengherankan kalau kemudian dunia pendidikan
tinggi pun menaruh perhatian yang besar terhadap obat dari tanaman. Peneliti
di Universitas Nasional Singapura, misalnya, sudah sejak lama mengembangkan
75 jenis sari tanaman yang juga sudah lama dipakai sebagai obat tradisional
di daratan Cina, Indonesia dan Jepang. Sari tanaman itu juga terbukti dapat
menahan atau menghambat laju pertumbuhan HIV di dalam darah.
Lima
di antara 75 jenis tanaman itu ternyata tanaman asli Indonesia yaitu delima (Punica granatum L.),
sambilata (Andrographis paniculata,
Ness.), sidawayah (Woodfordia
floribunda, Salisb.), tapak liman (Elephantopus scaber L.) dan trengguli (Cassia fistula L.).
Cina
sendiri rupanya sejak lama sudah jauh lebih maju dalam mengembangkan tananam
sebagai obat, termasuk obat untuk HIV/AIDS. Paling tidak ada 103 jenis obat
yang diolah dari rempah-rempah yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan
HIV/AIDS.
Salah
satu obat yang dikenal di Cina sebagai “Sing
Ming Quan Gao Zi” atau FESOL (The
Fluid Extract of The Spring of Life atau ‘sumber kehidupan’)
yaitu sari cair tanaman dilaporkan sudah diujicoba sebagai obat anti-AIDS.
Obat ini sudah diuji oleh badan penguji obat dan bahan kimia di Provinsi
Yunnan, Cina,Obat tradisional ini sudah mendapat registrasi dari pemerintah
Cina berdasarkan UU Pengaturan Obat dan Bahan Kimia Baru di Yunnan. Bahkan Bureau of Traditional Chinese
Medicines, Cina, sudah memberikan sertifikat standar kualitas
ekspor untuk obat ini tahun 1996.
Jadi,
kalau kita tidak segera mengembangkan tanaman sebagai bahan baku obat maka
tidak tertutup kemungkinan kita akan menjadi konsumen terbesar dari
obat-obatan yang bahan bakunya justru berasal dari negeri ini.
Apalagi
dikaitkan dengan kasus HIV/AIDS yang terus bertambah di Indonesia maka pada
suatu saat akan diperlukan banyak obat. Sampai saat ini perkiraan kasus
HIV/AIDS di Indonesia berkisar antara 80.000 - 120.000. Angka ini tidak bisa
dianggap main-main karena epidemi HIV terkait erat dengan aspek ekonomi dan
sosial.
Jika
seorang anggota keluarga terinfeksi HIV maka diperlukan uang untuk membeli
obat antiretroviral. Kalau sudah mencapai masa AIDS (antara 5-10 tahun
setelah terinfeksi) maka biaya pengobatan bertambah karena akan muncul
penyakit yang disebut sebagai infeksi oportunistik, seperti diare, jamur, TB,
dll. Yang bersangkutan tidak dapat lagi bekerja dan anggota keluarga pun
harus ada yang mengurusnya sehingga mempengaruhi penghasilan keluarga.
Maka
salah satu harapan jutaan penduduk dunia yang sekarang hidup dengan AIDS
(Odha) pun antara lain berada di tangan ahli obat-obatan tradisional.
|
|
1.10 Kelemahan Obat Herbal
Pertama,
terlalu bombastis.
Masih ingat dalam ingatan ketika VCO atau buah merah yang di-claim bisa
mengobati penyakit A, B, C, … sampai Z. Para ahli pun bertanya: mana buktinya?
Mana penelitiannya? Ya perlu dipahami bahwa para tenaga kesehatan kita perlu
bukti untuk bisa percaya terhadap herbal. Oleh karena itu, pemerintah sekarang
dengan sangat gencar menggarap program “Saintifikasi Jamu”. Saya ambil contoh:
ada suatu sediaan JAMU, dalam kemasan menyebut : berkhasiat untuk mengobati
penyakit HEPATITIS A. Ini tidak boleh. Boleh disebutkan jika tertulis : JAMU X
untuk mendukung terapi penyakit Hepatitis A. Jadi bukan JAMU X yang
menyembuhkan, hanya sebagai terapi suportif dalam penyembuhan suatu penyakit.
Kedua,
yaitu tentang efek kerja herbal. Obat herbal bekerja tidak “ces-pleng/joss”
seperti obat sintetis, obat herbal perlu waktu (onset) lebih lama karena model
aksi kerjanya juga berbeda. Jadi jika Anda menemui JAMU untuk asam urat, namun
bisa menyembuhkan rasa sakit dalam waktu kurang dari 1 jam, justru Anda patut
curiga. JAMU tersebut pasti dicampur dengan Dexamethason, obat sintetik yang
emang ces-pleng untuk hilangkan pagal-pegal.
Jadi
obat herbal lebih tepat digunakan untuk penyakit metabolisme seperti diabetes
mellitus, asam urat, kolestrol, kanker, dsb, dan tidak cocok untuk penyakit
akut atau perlu efek/tindakan yang cepat. Karena mode aksinya berbeda.
Rheumaner (obat herbal-fitofarmaka) memang potensinya lebih rendah dibanding
Indometasin (obat sintetik). Tapi tentu efeknya akan berbeda, karena
farmakologi molekulernya juga berbeda. Indometacin melalui aksi penghambatan
COX saja, sedangkan Rheumaner karena dari tanaman maka kandungan zat aktifnya
banyak dan punya aksi farmakologis sendiri-sendiri dan saling mendukung satu
sama lain, kerjanya sinergis.
Efek
samping obat kimia lebih besar karena di senyawa tunggal dan
diaplikasikan/diberikan dalam jumlah besar jika kerjanya tidak selektif bisa
mempengaruhi organ fisiologis lain sehingga muncul efek yang tidak diinginkan.
Lalu apakah obat herbal selalu aman dan tidak ada efek samping? Jangan salah,
obat herbal pun bisa berperilaku layaknya obat sintetis. Seperti contoh Datura
metel (kecubung) yang digunakan untuk obat asma, kalau
berlebihan bisa bikin mabuk karena kandungan tropan alkaloid bisa berperilaku
seperti atropine. Mahkota dewa,
yang dijadikan obat adalah daging buahnya, namun jika biji kulit ikut tercampur
bisa mengakibatkan pusing, mual, dan muntah. Cabe
jawa, bisa menyababkan keguguran pada ibu-ibu di awal
kehamilan. Symphytum comfrey
bisa membuat hepatotoksik (kerusakan hepar/hati)
thank bro informasinya...Artikel kesehatan terbaru
BalasHapus